BAB I

Bagaimana hakikat pendidikan kewarganegaraan dalam mengembangkan kemampuan utuh sarjana atau profesional?

A. Menelusuri konsep dan urgensi pendidikan kewarganegaraan dalam pencerdasan kehidupan bangsa.

Dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, program sarjana merupakan jenjang pendidikan
akademik bagi lulusan pendidikan menengah atau sederajat sehingga
mampu mengamalkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penalaran
ilmiah. Lulusan program sarjana diharapkan akan menjadi intelektual
dan/atau ilmuwan yang berbudaya, mampu memasuki dan/atau
menciptakan lapangan kerja, serta mampu mengembangkan diri menjadi
profesional.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen dikemukakan bahwa profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dapat menjadi sumber penghasilan, perlu keahlian,
kemahiran, atau kecakapan, memiliki standar mutu, ada norma dan
diperoleh melalui pendidikan profesi. Perlu Anda
ketahui bahwa apa pun kedudukannya, sarjana atau profesional, dalam
konteks hidup berbangsa dan bernegara, bila memenuhi persyaratan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan, maka Anda berstatus
warga negara. Konsep warga negara (citizen; citoyen)
dalam arti negara modern atau negara kebangsaan (nation-state) dikenal
sejak adanya perjanjian Westphalia 1648 di Eropa sebagai kesepakatan
mengakhiri perang selama 30 tahun di Eropa. Berbicara warga negara
biasanya terkait dengan masalah pemerintahan dan lembaga-lembaga
negara seperti lembaga Dewan Perwakilan Rakyat, Pengadilan,
Kepresidenan dan sebagainya. Dalam pengertian negara modern, istilawarga negara” dapat berarti warga, anggota (member) dari sebuah
negara. Warga negara adalah anggota dari sekelompok manusia yang
hidup atau tinggal di wilayah hukum tertentu yang memiliki hak dan
kewajiban.
Di Indonesia, istilah “warga negara” adalah terjemahan dari istilah bahasa
Belanda, staatsburger. Selain istilah staatsburger dalam bahasa Belanda
dikenal pula istilah onderdaan. Menurut Soetoprawiro (1996), istilah
onderdaan tidak sama dengan warga negara melainkan bersifat semi
warga negara atau kawula negara. Munculnya istiah tersebut karena
Indonesia memiliki budaya kerajaan yang bersifat feodal sehingga dikenal
istilah kawula negara sebagai terjemahan dari onderdaan.
Setelah Indonesia memasuki era kemerdekaan dan era modern, istilah
kawula negara telah mengalami pergeseran. Istilah kawula negara sudah
tidak digunakan lagi dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia saat ini. Istilah “warga negara” dalam kepustakaan Inggris dikenal
dengan istilah “civic”, “citizen”, atau “civicus”. Apabila ditulis dengan
mencantumkan “s” di bagian belakang kata civic mejadi “civics” berarti
disiplin ilmu kewarganegaraan.
Konsep warga negara Indonesia adalah warga negara dalam arti modern,
bukan warga negara seperti pada zaman Yunani Kuno yang hanya meliputi
angkatan perang, artis, dan ilmuwan/filsuf. Siapa saja WNI? Menurut
undang-undang yang berlaku saat ini, warga negara adalah warga suatu
negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. (Ristekdikti h 3 dan h 4 . 2016)


B. Menanya Alasan Mengapa Diperlukan Pendidikan Kewarganegaraan.

Terkesan bahwa pendidikan kewarganegaraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh pendidikan kewarganegaraan dalam tradisi barat. Pendidikan dan sangat penting untuk diajarkan oleh anak didik bangsa kita sendiri.

C. Menggali sumber historis, Sosiologis, dan politik, tentang pendidikan kewarganegaraan di Indonesia.

Secara historis, pkn di Indonesia senantiasa mengalami perubahan baik. Istilah maupun substansi sesuai dengan peraturan perkembangan perundangan, iptek, perubahan masyarakat dan tantangan global.
Secara sosiologis,  pkn di Indonesia sudah sewaja mengalami perubahan mengikuti perubahan yang terjadi di masyarakat.
Secara politik, pkn di Indonesia akan terus mengalami perubahan sejalan dengan perubahan sistem ketatanegaraan dan pemerintahan. Terutama perubahan konstitusi.(ristekdikti h 12, h 13, h 14. 2016)

D. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan

Pendidikan Kewarganegaraan
Suatu kenyataan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) telah
mengalami beberapa kali perubahan, baik tujuan, orientasi, substansi
materi, metode pembelajaran bahkan sistem evaluasi. Semua perubahan
tersebut dapat teridentifikasi dari dokumen kurikulum yang pernah berlaku
di Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat ini.
Mengapa pendidikan kewarganegaraan selalu mengalami perubahan?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Anda dapat mengkaji sejumlah kebijakan
Pemerintah dalam bidang pendidikan dan kurikulum satuan pendidikan
sekolah dan pendidikan tinggi. Dengan membaca dan mengkaji produk
kebijakan pemerintah, dapat diketahui bahwa dinamika dan tantangan
yang dihadapi Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia sangat tinggi.
Apa dinamika dan tantangan yang pernah dihadapi oleh PKn Indonesia dari
masa ke masa? Untuk mengerti dinamika dan tantangan PKn di Indonesia,
Anda dianjurkan untuk mengkaji periodisasi perjalanan sejarah tentang
praktik kenegaraan/pemerintahan Republik Indonesia (RI) sejak periode
Negara Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 sebagai 8
negara merdeka sampai dengan periode saat ini yang dikenal Indonesia era
reformasi. Mengapa dinamika dan tantangan PKn sangat erat dengan
perjalanan sejarah praktik kenegaraan/pemerintahan RI? Inilah ciri khas
PKn sebagai mata kuliah dibandingkan dengan mata kuliah lain. Ontologi
PKn adalah sikap dan perilaku warga negara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Status warga negara dapat
meliputi penduduk yang berkedudukan sebagai pejabat negara sampai
dengan rakyat biasa. Tentu peran dan fungsi warga negara berbeda-beda,
sehingga sikap dan perilaku mereka sangat dinamis. Oleh karena itu, mata
kuliah PKn harus selalu menyesuaikan/sejalan dengan dinamika dan
tantangan sikap serta perilaku warga negara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Untuk mengerti dinamika
perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan serta
tantangan kehidupan yang telah mempengaruhi PKn di Indonesia, Anda
dianjurkan untuk mengkaji perkembangan praktik ketatanegaraan dan
sistem pemerintahan RI menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia, yakni: (1) Periode I (1945 s.d. 1949); (2) Periode II (1949 s.d.
1950); (3) Periode III (1950 s.d. 1959); (4) Periode IV (1959 s.d. 1966); (5)
Periode V (1966 s.d. 1998); (6) Periode VI (1998 s.d. sekarang).

BAB II

Bagaimana esensi dan urgensi identitas nasional sebagai salah satu determinan pembangunan karakter dan bangsa.

A.  Menelusuri konsep dan urgensi identitas nasional.
Apa itu identitas nasional? Secara etimologis identitas nasional berasal dari
dua kata “identitas” dan “nasional”.
Konsep identitas nasional dibentuk oleh dua kata dasar, ialah “identitas”
dan “nasional”. Kata identitas berasal dari kata “identity” (Inggris) yang
dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary berarti: (1) (C,U) who or what
sb/sth is; (2) (C,U) the characteristics, feelings or beliefs that distinguish
people from others; (3) the state of feeling of being very similar to and able
to understand sb/sth. Dalam kamus maya Wikipedia dikatakan “identity is
an umbrella term used throughout the social sciences to describe a person's
conception and expression of their individuality or group affiliations (such as
national identity and cultural identity). Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), identitas berarti ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang
atau jati diri.
Dengan demikian identitas menunjuk pada ciri atau penanda yang dimiliki
oleh sesorang, pribadi dan dapat pula kelompok. Penanda pribadi misalkan
diwujudkan dalam beberapa bentuk identitas diri, misal dalam Kartu Tanda
Penduduk, ID Card, Surat Ijin Mengemudi, Kartu Pelajar, dan Kartu
Mahasiswa.
Satu lagi identitas penting yang harus dimiliki oleh setiap warga negara
Indonesia saat ini adalah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Setiap warga
negara Indonesia yang telah memiliki penghasilan wajib memiliki NPWP
sebagai sarana melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. NPWP
merupakan tanda pengenal diri dan identitas wajib pajak bagi warga negara
Indonesia.
Kata nasional berasal dari kata “national” (Inggris) yang dalam Oxford
Advanced Learner’s Dictionary berarti: (1) connected with a particular
nation; shared by a whole nation; (2) owned, controlled or financially
supported by the federal, government. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, “nasional” berarti bersifat kebangsaan; berkenaan atau berasal
dari bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa. Dalam konteks pendidikan
kewarganegaraan, identitas nasional lebih dekat dengan arti jati diri yakni
ciri-ciri atau karakeristik, perasaan atau keyakinan tentang kebangsaan
yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Apabila bangsa
Indonesia memiliki identitas nasional maka bangsa lain akan dengan
mudah mengenali dan mampu membedakan bangsa Indonesia dengan
bangsa lain.
Demikianlah pengertian identitas nasional secara etimologis.(ristekdikti h 27-28. 2016)

B. Menanyakan alasan mengapa diperlukan Identitas nasional.

Karena banyak sekali manfaat yang didapatkan apabila suatu bangsa memiliki identitas nasional yaitu,  sebagai sarana dan prasarana pemersatu bangsa, sebagai ciri khas yang membedakan suatu bangsa dari bangsa lainnya, sebagai landasan bagi suatu negara untuk berkembang, sebagai ideologi negara, sebagai pedoman terhadap tingkah laku.

C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politik tentang Identitas Nasional Indonesia

Sebelum  membahas lebih jauh tentang identitas nasional menurut
sumber historis, sosiologis, dan politis, kita terlebih dahulu akan
mencermati dahulu dua jenis identitas, yakni identitas primer dan sekunder
(Tilaar, 2007; Winarno, 2013). Identitas primer dinamakan juga identitas
etnis yakni identitas yang mengawali terjadinya identitas sekunder, sedangkan identitas sekunder adalah identitas yang dibentuk atau
direkonstruksi berdasarkan hasil kesepakatan bersama.
Bangsa Indonesia yang memiliki identitas primer atau etnis atau suku
bangsa lebih dari 700 suku bangsa telah bersepakat untuk membentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menyatakan proklamasi
kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Identitas etnis yang terwujud
antara lain dalam bentuk budaya etnis yang dikembangkan agar memberi
sumbangan bagi pembentukan budaya nasional dan akhirnya menjadi
identitas nasional.
Secara historis, khususnya pada tahap embrionik, identitas nasional
Indonesia ditandai ketika munculnya kesadaran rakyat Indonesia sebagai
bangsa yang sedang dijajah oleh asing pada tahun 1908 yang dikenal
dengan masa Kebangkitan Nasional (Bangsa). Rakyat Indonesia mulai sadar
akan jati diri sebagai manusia yang tidak wajar karena dalam kondisi
terjajah. Pada saat itu muncullah kesadaran untuk bangkit membentuk
sebuah bangsa. Kesadaran ini muncul karena pengaruh dari hasil
pendidikan yang diterima sebagai dampak dari politik etis (Etiche Politiek).
Dengan kata lain, unsur pendidikan sangatlah penting bagi pembentukan
kebudayaan dan kesadaran akan kebangsaan sebagai identitas nasional.
Pembentukan identitas nasional melalui pengembangan kebudayaan
Indonesia telah dilakukan jauh sebelum kemerdekaan. Menurut Nunus
Supardi (2007) kongres kebudayaan di Indonesia pernah dilakukan sejak
1918 yang diperkirakan sebagai pengaruh dari Kongres Budi Utomo 1908
yang dipelopori oleh dr. Radjiman Widyodiningrat. Kongres ini telah
memberikan semangat bagi bangsa untuk sadar dan bangkit sebagai
bangsa untuk menemukan jati diri. Kongres Kebudayaan I diselenggarakan
di Solo tanggal 5-7 Juli 1918 yang terbatas pada pengembangan budaya
Jawa. Namun dampaknya telah meluas sampai pada kebudayaan Sunda,
Madura, dan Bali. Kongres bahasa Sunda diselenggarakan di Bandung
tahun 1924. Kongres bahasa Indonesia I diselenggarakan tahun 1938 di
Solo. Peristiwa-peristiwa yang terkait dengan kebudayaan dan kebahasaan
melalui kongres telah memberikan pengaruh positif terhadap
pembangunan jati diri dan/atau identitas nasional.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Kongres Kebudayaan diadakan di
Magelang pada 20-24 Agustus 1948 dan terakhir di Bukittinggi Sumatera
Barat pada 20-22 Oktober 2003. Menurut Tilaar (2007) kongres
kebudayaan telah mampu melahirkan kepedulian terhadap unsur-unsur
budaya lain. Secara historis, pengalaman kongres telah banyak
memberikan inspirasi yang mengkristal akan kesadaran berbangsa yang
diwujudkan dengan semakin banyak berdirinya organisasi kemasyarakatan
dan organisasi politik. Pada tahun 1920-1930-an pertumbuhan partai
politik di nusantara bagaikan tumbuhnya jamur di musim hujan.
Berdirinya sejumlah organisasi kemasyarakatan bergerak dalam berbagai
bidang, seperti bidang perdagangan, keagamaan hingga organisasi politik.
Tumbuh dan berkembangnya sejumlah organisasi kemasyarakatan
mengarah pada kesadaran berbangsa. Puncaknya para pemuda yang
berasal dari organisasi kedaerahan berkumpul dalam Kongres Pemuda ke-
2 di Jakarta dan mengumandangkan Sumpah Pemuda. Pada saat itulah
dinyatakan identitas nasional yang lebih tegas bahwa “Bangsa Indonesia
mengaku bertanah air yang satu, tanah air Indonesia, berbangsa yang satu,
bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
Identitas nasional Indonesia menunjuk pada identitas-identitas yang
sifatnya nasional.Secara sosiologis, identitas nasional telah terbentuk dalam proses
interaksi, komunikasi, dan persinggungan budaya secara alamiah baik
melalui perjalanan panjang menuju Indonesia merdeka maupun melalui
pembentukan intensif pasca kemerdekaan. Identitas nasional pasca
kemerdekaan dilakukan secara terencana oleh Pemerintah dan organisasi
kemasyarakatan melalui berbagai kegiatan seperti upacara kenegaraan
dan proses pendidikan dalam lembaga pendidikan formal atau non formal.
Dalam kegiatan tersebut terjadi interaksi antaretnis, antarbudaya,
antarbahasa, antargolongan yang terus menerus dan akhirnya menyatu
berafiliasi dan memperkokoh NKRI.
Apabila negara diibaratkan sebagai individu manusia, maka secara
sosiologis, individu manusia Indonesia akan dengan mudah dikenali dari
atribut yang melekat dalam dirinya. Atribut ini berbeda dari atribut individu
manusia yang berasal dari bangsa lain. Perbedaan antarindividu manusia
dapat diidentifikasi dari aspek fisik dan psikis. Aspek fisik dapat dikenali dari
unsur-unsur seperti tinggi dan berat badan, bentuk wajah/muka, kulit, warna dan bentuk rambut, dan lain-lain. Sedangkan aspek psikis dapat
dikenali dari unsur-unsur seperti kebiasaan, hobi atau kesenangan,
semangat, karakter atau watak, sikap, dan lain-lain.
Soemarno Soedarsono (2002) telah megungkapkan tentang jati diri atau
identitas diri dalam konteks individual. Olehh karena itu, secara sosiologis
keberadaan identitas etnis termasuk identitas diri individu sangat penting
karena dapat menjadi penentu bagi identitas nasional.
Kemukakan komentar dan pendapat kritis.
Secara politis, beberapa bentuk identitas nasional Indonesia yang dapat
menjadi penciri atau pembangun jati diri bangsa Indonesia meliputi:
bendera negara Sang Merah Putih, bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional atau bahasa negara, lambang negara Garuda Pancasila, dan lagu
kebangsaan Indonesia Raya. Bentuk-bentuk identitas nasional ini telah
diatur dalam peraturan perundangan baik dalam UUD maupun dalam
peraturan yang lebih khusus. Bentuk-bentuk identitas nasional Indonesia
pernah dikemukakan pula oleh Winarno (2013) sebagai berikut: (1) Bahasa
nasional atau bahasa persatuan adalah Bahasa Indonesia; (2) Bendera
negara adalah Sang Merah Putih; (3) Lagu kebangsaan adalah Indonesia
Raya; (4) Lambang negara adalah Garuda Pancasila; (5) Semboyan negara
adalah Bhinneka Tunggal Ika; (6) Dasar falsafah negara adalah Pancasila;
(7) Konstitusi (Hukum Dasar) Negara adalah UUD NRI 1945; (8) Bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia; (9) Konsepsi Wawasan Nusantara;
dan (10) Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan
nasional. Semua bentuk identitas nasional ini telah diatur dan tentu perlu
disosialisasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.Empat identitas nasional pertama meliputi bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan diatur dalam peraturan perundangan
khusus yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2009
tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Dasar pertimbangan tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan Indonesia diatur dalam undang-undang karena (1)
bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia
merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang
menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; dan (2) bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaan yang
berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman
budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. (Ristekdikti. h 33-39 . 2016).

BAB III
Bagaimana urgensi integrasi nasional sebagai salah satu parameter persatuan dan kesatuan bangsa?

A. Menelusuri konsep dan urgensi integrasi nasional.
1. Makna integrasi nasional.
Istilah Integrasi nasional dalam bahasa Inggrisnya
adalah “national integration”. "Integration" berarti
kesempurnaan atau keseluruhan. Kata ini berasal
dari bahasa latin integer, yang berarti utuh atau
menyeluruh. Berdasarkan arti etimologisnya itu,
integrasi dapat diartikan sebagai pembauran hingga
menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. “Nation”
artinya bangsa sebagai bentuk persekutuan dari
orang-orang yang berbeda latar belakangnya,
berada dalam suatu wilayah dan di bawah satu
kekuasaan politik.
Ada pengertian dari para ahli atau pakar asing mengenai istilah tersebut. Misalnya, Kurana (2010) menyatakan integrasi
nasional adalah kesadaran identitas bersama di antara warga negara. Ini
berarti bahwa meskipun kita memiliki kasta yang berbeda, agama dan
daerah, dan berbicara bahasa yang berbeda, kita mengakui kenyataan
bahwa kita semua adalah satu. Jenis integrasi ini sangat penting dalam
membangun suatu bangsa yang kuat dan makmur. (Ristekdikti h 55. 2016)

2. Jenis Integrasi
Tentang pengertian integrasi ini, Myron Weiner dalam Ramlan Surbakti
(2010) lebih cocok menggunakan istilah integrasi politik daripada integrasi
nasional.
Menurutnya integrasi politik adalah penyatuan masyarakat dengan sistem
politik. Integrasi politik dibagi menjadi lima jenis, yakni 1) integrasi bangsa,
2) integrasi wilayah, 3) integrasi nilai, 4) integrasi elit-massa, dan 5)
integrasi tingkah laku (perilaku integratif). Uraian secara berturut-turut
sebagai berikut:
-Integrasi bangsa
menunjuk pada proses
penyatuan berbagai
kelompok budaya dan
sosial dalam satu
kesatuan wilayah dan
dalam suatu
pembentukan identitas
nasional
-Integrasi wilayah
menunjuk pada
masalah pembentukan
wewenang kekuasaan
nasional pusat di atas
unit-unit sosial yang
lebih kecil yang
beranggotakan
kelompok kelompok
sosial budaya
masyarakat tertentu
-Integrasi elit massa
menunjuk pada
masalah penghubungan
antara pemerintah
dengan yang diperintah.
Mendekatkan
perbedaan-perbedaan
mengenai aspirasi dan
nilai pada kelompok elit
dan massa.
-Integrasi nilai menunjuk
pada adanya
konsensus terhadap
nilai yang minimum
yang diperlukan dalam
memelihara tertib sosial
-Integrasi tingkah laku
(perilaku integratif),
menunjuk pada
penciptaan tingkah laku
yang terintegrasi dan
`yang diterima demi
mencapai tujuan.

Menurut Suroyo (2002), integrasi nasional mencerminkan proses persatuan
orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda, atau memiliki berbagai
perbedaan baik etnisitas, sosial budaya, atau latar belakang ekonomi,
menjadi satu bangsa (nation) terutama karena pengalaman sejarah dan
politik yang relatif sama.
Dalam realitas nasional integrasi nasional dapat dilihat dari tiga aspek yakni
aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya. Dari aspek politik, lazim disebut
integrasi politik, aspek ekonomi (integrasi ekonomi), yakni saling
ketergantungan ekonomi antar daerah yang bekerjasama secara sinergi,
dan aspek sosial budaya (integrasi sosial budaya) yakni hubungan antara
suku, lapisan dan golongan. Berdasar pendapat ini, integrasi nasional
meliputi: 1) Integrasi politik, 2) Integrasi ekonomi, dan 3) integrasi sosial
budaya.
a. Integrasi Politik
Dalam tataran integrasi politik terdapat dimensi vertikal dan horizontal.
Dimensi yang bersifat vertikal menyangkut hubungan elit dan massa, baik
antara elit politik dengan massa pengikut, atau antara penguasa dan rakyat
guna menjembatani celah perbedaan dalam rangka pengembangan proses
politik yang partisipatif. Dimensi horizontal menyangkut hubungan yang
berkaitan dengan masalah teritorial, antar daerah, antar suku, umat
beragama dan golongan masyarakat Indonesia.

menurut Anda termasuk kategori jenis integrasi tertentu dan apa
alasannya. Kemukakan jawaban Anda secara tertulis.
Menurut Suroyo (2002), integrasi nasional mencerminkan proses persatuan
orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda, atau memiliki berbagai
perbedaan baik etnisitas, sosial budaya, atau latar belakang ekonomi,
menjadi satu bangsa (nation) terutama karena pengalaman sejarah dan
politik yang relatif sama.
Dalam realitas nasional integrasi nasional dapat dilihat dari tiga aspek yakni
aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya. Dari aspek politik, lazim disebut
integrasi politik, aspek ekonomi (integrasi ekonomi), yakni saling
ketergantungan ekonomi antar daerah yang bekerjasama secara sinergi,
dan aspek sosial budaya (integrasi sosial budaya) yakni hubungan antara
suku, lapisan dan golongan. Berdasar pendapat ini, integrasi nasional
meliputi: 1) Integrasi politik, 2) Integrasi ekonomi, dan 3) integrasi sosial
budaya.
a. Integrasi Politik
Dalam tataran integrasi politik terdapat dimensi vertikal dan horizontal.
Dimensi yang bersifat vertikal menyangkut hubungan elit dan massa, baik
antara elit politik dengan massa pengikut, atau antara penguasa dan rakyat
guna menjembatani celah perbedaan dalam rangka pengembangan proses
politik yang partisipatif. Dimensi horizontal menyangkut hubungan yang
berkaitan dengan masalah teritorial, antar daerah, antar suku, umat
beragama dan golongan masyarakat Indonesia.

b. Integrasi Ekonomi
Integrasi ekonomi berarti terjadinya saling ketergantungan antar daerah
dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup rakyat. Adanya saling
ketergantungan menjadikan wilayah dan orang-orang dari berbagai latar
akan mengadakan kerjasama yang saling menguntungkan dan sinergis. Di
sisi lain, integrasi ekonomi adalah penghapusan (pencabutan) hambatan￾hambatan antar daerah yang memungkinkan ketidaklancaran hubungan
antar keduanya, misal peraturan, norma dan prosedur dan pembuatan
aturan bersama yang mampu menciptakan keterpaduan di bidang
ekonomi.

c. Integrasi sosial budaya
Integrasi ini merupakan proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda
dalam masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur yang berbeda tersebur dapat meliputi ras, etnis, agama bahasa, kebiasaan,
sistem nilai, dan lain sebagainya. Integrasi sosial budaya juga berarti
kesediaan bersatu bagi kelompok-kelompok sosial budaya di masyarakat,
misal suku, agama, dan ras.

3. Pentingnya Integrasi nasional
Integrasi nasional umumnya dianggap tugas penting suatu negara,
apalagi negara-bangsa (nation-state) yang baru merdeka.
Menurut Myron Weiner dalam Surbakti (2010), dalam negara merdeka,
faktor pemerintah yang berkeabsahan (legitimate) merupakan hal penting
bagi pembentukan negara-bangsa. Hal ini disebabkan tujuan negara hanya
akan dapat dicapai apabila terdapat suatu pemerintah yang mampu
menggerakkan dan mengarahkan seluruh potensi masyarakat agar mau
bersatu dan bekerja bersama.
Kemampuan ini tidak hanya dapat dijalankan melalui kewenangan
menggunakan kekuasaan fisik yang sah tetapi juga persetujuan dan
dukungan rakyatnya terhadap pemerintah itu. Jadi, diperlukan hubungan yang ideal antara pemerintah dengan rakyatnya sesuai dengan sistem nilai
dan politik yang disepakati. Hal demikian memerlukan integrasi politik.
Negara-bangsa baru, seperti halnya Indonesia setelah tahun 1945,
membangun integrasi juga menjadi tugas penting. Ada dua hal yang dapat
menjelaskan hal ini. Pertama, pemerintah kolonial Belanda tidak pernah
memikirkan tentang perlunya membangun kesetiaan nasional dan
semangat kebangsaan pada rakyat Indonesia. Penjajah lebih
mengutamakan membangun kesetiaan kepada penjajah itu sendiri dan
guna kepentingan integrasi pribadi kolonial. Jadi, setelah merdeka, kita
perlu menumbuhkan kesetiaan nasional melalui pembangunan integrasi
bangsa.
Kedua, bagi negara-negara baru, tuntutan integrasi ini juga menjadi
masalah pelik bukan saja karena perilaku pemerintah kolonial sebelumnya,
tetapi juga latar belakang bangsa yang bersangkutan. Negara-bangsa
(nation state) merupakan negara yang di dalamnya terdiri dari banyak
bangsa (suku) yang selanjutnya bersepakat bersatu dalam sebuah bangsa
yang besar. Suku-suku itu memiliki pertalian primordial yang merupakan
unsur negara dan telah menjelma menjadi kesatuan etnik yang selanjutnya
menuntut pengakuan dan perhatian pada tingkat kenegaraan. Ikatan dan
kesetiaan etnik adalah sesuatu yang alami, bersifat primer. Adapun
kesetiaan nasional bersifat sekunder. Bila ikatan etnik ini tidak diperhatikan
atau terganggu, mereka akan mudah dan akan segera kembali kepada
kesatuan asalnya. Sebagai akibatnya mereka akan melepaskan ikatan
komitmennya sebagai satu bangsa.
4. Integrasi versus Disintegrasi
Kebalikan dari integrasi adalah disintegrasi. Jika integrasi berarti penyatuan,
keterpaduan antar elemen atau unsur yang ada di dalamnya, disintegrasi
dapat diartikan ketidakpaduan, keterpecahan di antara unsur unsur yang  ada. Jika integrasi terjadi konsensus maka disintegrasi dapat menimbulkan
konflik atau perseturuan dan pertentangan.
Disintegrasi bangsa adalah memudarnya kesatupaduan antar golongan,
dan kelompok yang ada dalam suatu bangsa yang bersangkutan. Gejala
disintegrasi merupakan hal yang dapat terjadi di masyarakat. Masyarakat
suatu bangsa pastilah menginginkan terwujudnya integrasi. Namun, dalam
kenyataannya yang terjadi justru gejala disintegrasi. Disintegrasi memiliki
banyak ragam, misalkan pertentangan fisik, perkelahian, tawuran,
kerusuhan, revolusi, bahkan perang.
(Ristekdikti h 55-64.2016).

B. Menanyakan mengapa diperlukan integrasi nasional.
Untuk menghasilkan keserasian guna mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara, menghindari pemberontakan yang akhir akhir ini terjadi . Menjaga nasionalisme setiap warga negara , menghindari perang saudara. dan demi membawa bangsa indonesia menjadi bangsa yang besar(https://brainly.co.id/tugas/2818557#readmore).

C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik tentang integrasi nasional.

1. Perkembangan sejarah integrasi di Indonesia
Menurut Suroyo (2002), ternyata sejarah menjelaskan bangsa kita sudah
mengalami pembangunan integrasi sebelum bernegara Indonesia yang
merdeka. Menurutnya, ada tiga model integrasi dalam sejarah
perkembangan integrasi di Indonesia, yakni 1) model integrasi imperium
Majapahit, 2) model integrasi kolonial, dan 3) model integrasi nasional
Indonesia.
a. Model integrasi imperium Majapahit
Model integrasi pertama ini bersifat kemaharajaan (imperium) Majapahit.
Struktur kemaharajaan yang begitu luas ini berstruktur konsentris. Dimulai
dengan konsentris pertama yaitu wilayah inti kerajaan (nagaragung): pulau
Jawa dan Madura yang diperintah langsung oleh raja dan saudara￾saudaranya. Konsentris kedua adalah wilayah di luar Jawa (mancanegara
dan pasisiran) yang merupakan kerajaan-kerajaan otonom. Konsentris
ketiga (tanah sabrang) adalah negara-negara sahabat di mana Majapahit
menjalin hubungan diplomatik dan hubungan dagang, antara lain dengan
Champa, Kamboja, Ayudyapura (Thailand).
b. Model integrasi kolonial
Model integrasi kedua atau lebih tepat disebut dengan integrasi atas
wilayah Hindia Belanda baru sepenuhnya dicapai pada awal abad XX
dengan wilayah yang terentang dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah
kolonial mampu membangun integrasi wilayah juga dengan menguasai
maritim, sedang integrasi vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah dibina melalui jaringan birokrasi kolonial yang terdiri dari
ambtenaar-ambtenaar (pegawai) Belanda dan pribumi yang tidak memiliki
jaringan dengan massa rakyat. Dengan kata lain pemerintah tidak memiliki
dukungan massa yang berarti. Integrasi model kolonial ini tidak mampu
menyatukan segenap keragaman bangsa Indonesia tetapi hanya untuk
maksud menciptakan kesetiaan tunggal pada penguasa kolonial.
c. Model integrasi nasional Indonesia
Model integrasi ketiga ini merupakan proses berintegrasinya bangsa
Indonesia sejak bernegara merdeka tahun 1945. Meskipun sebelumnya ada
integrasi kolonial, namun integrasi model ketiga ini berbeda dengan model
kedua. Integrasi model kedua lebih dimaksudkan agar rakyat jajahan
(Hindia Belanda) mendukung pemerintahan kolonial melalui penguatan
birokrasi kolonial dan penguasaan wilayah.
Integrasi model ketiga dimaksudkan untuk membentuk kesatuan yang baru
yakni bangsa Indonesia yang merdeka, memiliki semangat kebangsaan
(nasionalisme) yang baru atau kesadaran kebangsaan yang baru.
Model integrasi nasional ini diawali dengan tumbuhnya kesadaran
berbangsa khususnya pada diri orang-orang Indonesia yang mengalami
proses pendidikan sebagai dampak dari politik etis pemerintah kolonial
Belanda. Mereka mendirikan organisasi-organisasi pergerakan baik yang
bersifat keagamaan, kepemudaan, kedaerahan, politik, ekonomi
perdagangan dan kelompok perempuan. Para kaum terpelajar ini mulai
menyadari bahwa bangsa mereka adalah bangsa jajahan yang harus
berjuang meraih kemerdekaan jika ingin menjadi bangsa merdeka dan
sederajat dengan bangsa-bangsa lain. Mereka berasal dari berbagai daerah
dan suku bangsa yang merasa sebagai satu nasib dan penderitaan
sehingga bersatu menggalang kekuatan bersama. Misalnya, Sukarno
berasal dari Jawa, Mohammad Hatta berasal dari Sumatera, AA Maramis
dari Sulawesi, Tengku Mohammad Hasan dari Aceh.
Dalam sejarahnya, penumbuhan kesadaran berbangsa tersebut dilalui
dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Masa Perintis
Masa perintis adalah masa mulai dirintisnya semangat kebangsaan melalui
pembentukan organisasi-organisasi pergerakan. Masa ini ditandai dengan
munculnya pergerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Kelahiran
Budi Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
2) Masa Penegas
Masa penegas adalah masa mulai ditegaskannya semangat kebangsaan
pada diri bangsa Indonesia yang ditandai dengan peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Dengan Sumpah Pemuda, masyarakat
Indonesia yang beraneka ragam tersebut menyatakan diri sebagai satu
bangsa yang memiliki satu Tanah Air, satu bangsa, dan bahasa persatuan
yaitu bahasa Indonesia.
3) Masa Percobaan
Bangsa Indonesia melalui organisasi pergerakan mencoba meminta
kemerdekaan dari Belanda. Organisasi-organisasi pergerakan yang
tergabung dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia) tahun 1938
mengusulkan Indonesia Berparlemen. Namun, perjuangan menuntut
Indonesia merdeka tersebut tidak berhasil.
4) Masa Pendobrak
Pada masa tersebut semangat dan gerakan kebangsaan Indonesia telah
berhasil mendobrak belenggu penjajahan dan menghasilkan kemerdekaan.
Kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus
1945. Sejak saat itu bangsa Indonesia menjadi bangsa merdeka, bebas, dan
sederajat dengan bangsa lain. Nasionalisme telah mendasari bagi
pembentukan negara kebangsaan Indonesia modern.
2. Pengembangan integrasi di Indonesia
Lalu bagaimana mengembangkan integrasi nasional sebuah bangsa?
Howard Wriggins dalam Muhaimin & Collin MaxAndrews (1995) menyebut
ada lima pendekatan atau cara bagaimana para pemimpin politik
mengembangkan integrasi bangsa. Kelima pendekatan yang selanjutnya
kita sebut sebagai faktor yang menentukan tingkat integrasi suatu negara
adalah :1) Adanya ancaman dari luar, 2) Gaya politik kepemimpinan, 3)
Kekuatan lembaga–lembaga politik, 4) Ideologi Nasional, dan 5)
Kesempatan pembangunan ekonomi.
a. Adanya ancaman dari luar
Adanya ancaman dari luar dapat menciptakan integrasi masyarakat.
Masyarakat akan bersatu, meskipun berbeda suku, agama dan ras ketika
menghadapi musuh bersama. Contoh, ketika penjajah Belanda ingin
kembali ke Indonesia, masyarakat Indonesia bersatu padu melawannya.
Suatu bangsa yang sebelumnya berseteru dengan saudara sendiri, suatu
saat dapat berintegrasi ketika ada musuh negara yang datang atau
ancaman bersama yang berasal dari luar negeri. Adanya anggapan musuh
dari luar mengancam bangsa juga mampu mengintegrasikan masyarakat
bangsa itu. b. Gaya politik kepemimpinan
Gaya politik para pemimpin bangsa dapat menyatukan atau
mengintegrasikan masyarakat bangsa tersebut.
c. Kekuatan lembaga- lembaga politik
Lembaga politik, misalnya birokrasi, juga dapat menjadi sarana pemersatu
masyarakat bangsa. Birokrasi yang satu dan padu dapat menciptakan
sistem pelayanan yang sama, baik, dan diterima oleh masyarakat yang
beragam. Pada akhirnya masyarakat bersatu dalam satu sistem pelayanan.
Cobalah Anda jelaskan mengapa sebuah lembaga politik bisa
menciptakan persatuan orang-orang yang ada didalamnya. Kemukakan
disertai contoh lembaga tersebut. Lakukan secara individual.
d. Ideologi Nasional
Ideologi merupakan seperangkat nilai-nilai yang diterima dan disepakati.
Ideologi juga memberikan visi dan beberapa panduan bagaimana cara
menuju visi atau tujuan itu. Jika suatu masyarakat meskipun berbeda-beda
tetapi menerima satu ideologi yang sama maka memungkinkan
masyarakat tersebut bersatu. Bagi bangsa Indonesia, nilai bersama yang
bisa mempersatukan masyarakat Indonesia adalah Pancasila. Pancasila
merupakan nilai sosial bersama yang bisa diterima oleh seluruh
masyarakat Indonesia.
Nilai-nilai bersama tidak harus berlaku secara nasional. Di beberapa daerah
di Indonesia terdapat nilai-nilai bersama. Dengan nilai itu kelompok-2
kelompok masyarakat di daerah itu bersedia bersatu. Misal “Pela Gadong”
sebagai nilai bersama yang dijunjung oleh masyarakat Maluku.
Wawancarai tokoh masyarakat di suatu daerah perihal nilai-nilai apa di
daerah itu yang dianggap mampu menyatukan masyarakat. Hasilnya
disusun dalam bentuk laporan tertulis.
e. Kesempatan pembangunan ekonomi
Jika pembangunan ekonomi berhasil dan menciptakan keadilan, maka
masyarakat bangsa tersebut bisa menerima sebagai satu kesatuan. Namun
jika ekonomi menghasilkan ketidakadilan maka muncul kesenjangan atau
ketimpangan. Orang–orang yang dirugikan dan miskin sulit untuk mau
bersatu atau merasa satu bangsa dengan mereka yang diuntungkan serta
yang mendapatkan kekayaan secara tidak adil. Banyak kasus karena
ketidakadilan, maka sebuah masyarakat ingin memisahkan diri dari bangsa
yang bersangkutan. Dengan pembangunan ekonomi yang merata maka
hubungan dan integrasi antar masyarakat akan semakin mudah dicapai.

Sunyoto Usman (1998) menyatakan bahwa suatu kelompok masyarakat
dapat terintegrasi, apabila:
1. Masyarakat dapat menemukan dan menyepakati nilai-nilai
fundamental yang dapat dijadikan rujukan bersama.
Jika masyarakat memiliki nilai bersama yang disepakati maka mereka
dapat bersatu, namun jika sudah tidak lagi memiliki nilai bersama
maka mudah untuk berseteru.
2. Masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus, memiliki “cross
cutting affiliation” sehingga menghasilkan “cross cutting loyality”.
Jika masyarakat yang berbeda-beda latar belakangnya menjadi
anggota organisasi yang sama, maka mereka dapat bersatu dan
menciptakan loyalitas pada organisasi tersebut, bukan lagi pada latar
belakangnya.
3. Masyarakat berada di atas memiliki sifat saling ketergantungan di
antara unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi. Apabila masyarakat saling memiliki
ketergantungan, saling membutuhkan, saling kerjasama dalam bidang
ekonomi, maka mereka akan bersatu. Namun jika ada yang menguasai
suatu usaha atau kepemilikan maka yang lain akan merasa dirugikan
dan dapat menimbulkan perseteruan.
Pendapat lain menyebutkan, integrasi bangsa dapat dilakukan dengan dua
strategi kebijakan yaitu “policy assimilasionis” dan “policy bhinneka tunggal
ika” (Sjamsudin, 1989). Strategi pertama dengan cara penghapusan sifat￾sifat kultural utama dari komunitas kecil yang berbeda menjadi semacam
kebudayaan nasional. Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang
disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk
kebudayaan baru. Apabila asimilasi ini menjadi sebuah strategi bagi
integrasi nasional, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya
dengan mengupayakan agar unsur-unsur budaya yang ada dalam negara
itu benar-benar melebur menjadi satu dan tidak lagi menampakkan
identitas budaya kelompok atau budaya lokal.(ristekdikti hari 66-74.2016)

Komentar